merpati putih terbang menggeliat melintasi
di sela-sela pepohonan coklat tua yang membasi
tak lagi rindang, tak lagi menghidupi
sepasang merpati menangis ditepian hari
inilah setengah dariku
berat kupikul julukan agungmu
berulang langkah pun membeku
menunggu setengah darimu
pertanyakan hati, membelah raga
patutkah ku menjadi mp
menilik diri, membedah suksma
pantaskah yang kelabu menjadi mp
duh elang pendaki sang suar hati
bimbing hamba menuju damai dalam kasih suci
duh harimau pengelana sang guru kalbu
tunjukkan hamba jalan menuju mokhsa yang satu
duh beruang penanti sang pendekar kata
ajari hamba mengukir sabar jauhi petaka
inilah setengah dariku
bilakah kan ku dapatkan
setengah darimu
dalam hatiku menyatu cintamu
setengah hidupku dan setengahnya milikmu
dan berbicaralah dalam puisi bukan emosi
maka bersatulah dengan hati
dalam setengah dan setengah
dan sadarlah akan misteri bukan fiksi
aku seorang pencari
dan kamu yang memberi
memang hanya kayu terpanggang
terdengar di samping jalan
raga sukar meregang
terayun-ayun nyata dengan angan
separuh mencurah
sebagian membuncah
melati putih merpati kipas
selayak nyala atau cahaya yang bebas
jejak hitam, dengan putih yang bernafas
pada merpati, bentuk pemberi seputih kapas
rona langit yang senja dan [ber]semu kemerahan
menyemburkan warna yang hitam dan keunguan
disitulah tempat kita bersulang
titik itulah tempat kita akan datang
bertaut dalam satu,pada bintang yang paling terang
pada kayu itu kamu berseru
pada kata ini aku terdiam
pada titik seru kau membeku
pada jejak ini aku menghitam
dalam separuh itu warna yang tampak
dalam sebagian itu warna yang menapak
pada suara berkehendak
pada malu yang menyeruak
sejak suara sakit hati
kupanjati laksaan do'a
mulai ku untai baris puisi
untuk wanita yang aku cintai
betapa aku ini hanya mencoba menulisi
pada bentuk yang jauh dari sastra murni
sehingga pena buta ini
melakukan tugasnya
sekedar pelengkap dari kata yang menginspirasi
inspirasi
kian berfluktuasi
pada masanya
dan itu masa kita
pada makar itu
pada makar yang tabu
cinta ini sudah waktunya
kembali pada semula
kenangan yang kembali
revolusi cinta sekali lagi
Berdua kita bicara
satu dalam jiwa
saling menatap
dan akhirnya sepakat
bahwa sajak adalah hidup
misteri yang tak kunjung usai
Kawan senama dalam kata
saling bertukar rasa
kamu,aku dan cinta
Bersama kita bicara
satu dalam jiwa
betapa waktu menjadi bukti
betapa mentari menjadi saksi
pada tilas cinta kita ini
pada tapak yang menjejak bumi
ini adalah persembahan istimewa
walau hanya kata sederhana
jabat erat tiada retak
benang ikatan pada benak
kita adalah putih yang membara
kita pula hitam tiada biasa
kita selaksa abu-abu yang menjaga
pilar kata-kata
pusaka para pujangga
dengan segenap cinta