NEW UPDATE

JADILAH PEMAAF, JANGAN CUMA BISA MINTA MAAF

˜Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh” (QS al-A’raaf: 199)

“Memaafkan tidaklah menambah apa-apa kepada seorang hamba, kecualai kemuliaan. Oleh sebab itu perbanyaklah kalian memaafkan, niscaya Allah akan memuliakan kalian.” (HR Ibnu Abiddunya).

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan budaya saling meminta maaf karena secara adab ketika kita melakukan kesalahan kepada orang lain sudah sepatutnya kita meminta maaf. Namun sebenarnya ada hal yang lebih penting yaitu saling memaafkan, baik memaafkan orang lain maupun memaafkan diri sendiri.

Memaafkan adalah salah satu sifat mulia yang dianjurkan Al Qur’an ;
Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.
(QS. Asy Syura : 43)

bahkan menjadi salah satu ciri orang beriman ;
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
(QS. Ali Imran : 134).

Walau kadang terhambat gengsi namun meminta maaf itu relatif mudah dan mengatakan ”saya sudah memaafkan” mungkin juga tidak sulit. Namun benar – benar membebaskan diri dari rasa benci, marah dan dendam tidaklah mudah. Padahal disitulah esensi memaafkan. Sikap pemaaf adalah suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Dalam konteks bahasa, memaafkan berarti menghapus luka atau bekas-bekas luka yang ada di dalam hati.Untuk menjadi pemaaf sejati memang butuh sikap ksatria, seperti kata Sherina, ”… setiap manusia di dunia pasti punya kesalahan, hanya yang berjiwa ksatria yang mampu memaafkan…”

Memaafkan Orang Lain ;

Tidak mudah memang menyembuhkan luka batin atau perasaan dan melupakan orang yang sudah menyakiti perasaan kita, Rasa kesal dan kecewa yang begitu menghujam di hati hanya akan menjadi beban yang takkan berbuah kebaikan, malah bisa jadi penyakit. Sebenarnya ketika kita menyadari tak ada manusia yang sempurna (kecuali Rassul) ,dan terlepas dari kesalahan maka tak ada alasan bagi kita untuk tidak memaafkan. Bahkan ketika orang yang berbuat salah kepada kita tidak berubah dari kejahiliyahannya, juga tidak dapat menjadi alasan untuk belum memaafkannya. Tugas kita sekedar mengingatkan bukan memberi hidayah, jangan sampai kejahiliyahan justru tertular ke kita.

Dari Uqbah bin Amir, dia berkata, Rasulullah saw. bersabda, ”Wahai Uqbah, bagaimana jika kuberitahukan kepadamu tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Hendaklah menyambung hubungan persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, hendaklah engkau memberi orang yang tidak mau memberimu dan maafkanlah orang yang telah menzhalimimu”
(HR Ahmad, al-Hakim dan al-Baghawy).

Perhatikan kisah Nabi Yusuf yang memaafkan saudaranya yang telah mencoba untuk membunuhnya. Atau Rasulullah SAW yang memaafkan orang yang meludahi dan melempari beliau dengan kotoran. Atau ketika seruan kebaikan beliau dibalas dengan lemparan batu penduduk Thaif sehingga Jibrilpun geram dan hendak menimpakan gunung atas mereka, namun Rasulullah memaafkannya.

Belajar dari kisah diatas, jika kezhaliman yang kita rasakan belum seberapa rasanya tak layak bagi kita untuk tidak memaafkan. Dan bagaimana mungkin kita yang sering berbuat dosa tidak dapat memaafkan orang lain sementara Allah terus memaafkan dosa kita dengan tidak begitu saja mencabut nikmat-Nya. Pemahaman inilah yang kemudian menyadarkan seorang Abu Bakar untuk memaafkan dan tidak melaksanakan sumpah untuk tidak memberi apa-apa kepada kerabatnya yang terlibat dalam menyiarkan berita dusta tentang Aisyah

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,(QS.An Nur : 22).

Sedemikian mulianya sikap memaafkan, tak heran dalam sebuah kisah diceritakan bahwa ada seseorang yang oleh Rasulullah disebut sebagai calon ahli syurga, dan ketika salah seorang shahabat menyelidikinya ternyata amal istimewanya adalah selalu memaafkan, berlapang dada dan tidak menyimpan sedikitpun kedengkian terhadap saudaranya.

Memaafkan Diri Sendiri ;

Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan sebaik-baik orang yang berbuat salah ialah yang menyadari kesalahannya dan memperbaikinya. Ketika kita berbuat salah pada orang lain, kita seharusnya segera meminta maaf pada orang itu. Orang itu kemudian bisa jadi sudah memaafkan, namun kita sendiri kerap masih dibebani rasa bersalah dan belum dapat memaafkan diri sendiri. Menyalahkan diri sendiri jelas bukan solusi bahkan hanya menunjukkan kelemahan kita menyikapi takdir Allah SWT.
Selain meminta maaf, sikap seharusnya dalam menyikapi kesalahan kita adalah dengan tidak mengulangi perbuatan salah tersebut, memperbanyak amal shaleh dan menerima yang telah terjadi sebagai bagian dari skenario Allah SWT.

Nah, yang terakhir ini kadang terlalaikan sehingga tak jarang kita masih dihantui mimpi-mimpi buruk yang membuat kita krisis percaya diri.
Krisis percaya diri sebagai akibat dari sulitnya kita memaafkan diri sendiri ini akan menjadi momok yang menakutkan. Kita akan selalu menganggap diri kita tidak berguna, lemah, bodoh, tidak bisa apa-apa, minder dan lain sebagainya. Kalau sudah seperti ini, kita jadi sensitif, sempit hati, curigaan, gelisah, terlalu mengagungkan orang lain dan berbagai sikap negatif yang hanya merugikan diri sendiri. Bahkan lebih jauh lagi, keadaan ini akan membuat kecenderungan untuk mencari jalan pintas sebagai pelarian yang bisa jadi menimbulkan masalah baru. Yang seharusnya dapat dilakukan adalah berdamai dengan kenyataan tanpa harus melupakan kesalahan yang pernah kita lakukan. Kita memang tidak bisa mengubah yang sudah terlanjur terjadi namun kesempatan untuk membenahi diri itu masih ada dan akan selalu ada.

Kesalahan seharusnya dapat menjadi pengingat agar ke depan dapat lebih baik bukan justru menimbulkan rasa bersalah yang terus menerus, takut berbuat kesalahan lagi dan kehilangan kepercayaan diri. Ketidakmampuan kita untuk memaafkan diri sendiri bisa menjadikan kita terhenti, tidak bisa maju dalam melanjutkan hidup.

Dr. Phil McGraw, psikolog Amerika mengatakan bahwa kita punya pilihan untuk menjadi orang yang menyedihkan karena memikirkan rasa bersalah itu terus menerus atau mengizinkan diri sendiri untuk sembuh dan mencoba menjadi pribadi yang lebih baik. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk berdamai dengan diri sendiri adalah membuka hati dan pikiran, memberi pilihan kepada diri sendiri untuk kembali mencintai, menghadapi rasa bersalah dan coba memahaminya, mengizinkan diri untuk menyembuhkan diri dan membuat suatu hubungan baru. Sudah semestinya kita buang rasa takut atas sesuatu yang belum tentu terjadi. Menatap jauh ke depan karena masih banyak lahan kebaikan yang bisa kita tanami. Jika Allah SWT bisa mengampuni kita, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bisa memafkan diri sendiri. Memaafkan diri sendiri memang tidak mudah, membutuhkan keberanian dan keteguhan hati yang besar serta kadang tidak bisa dilakukan sendiri.

Hasil penelitian dari sejumlah ahli jiwa di seluruh dunia menyimpulkan bahwa orang-orang yang memelihara ’sakit hati’ benar-benar menjadi sakit organ hatinya (lever). Juga telah banyak diketahui bahwa para pasien kanker dan penyakit berat lain bisa mencapai kesembuhan hanya karena melepas amarahnya secara sadar dengan cara memaafkan orang-orang yang membuatnya sakit hati dan memendam amarah yang membuatnya menderita luka batin. Para ilmuwan Amerika telah membuktikan bahwa orang yang mampu memaafkan lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Telah dibuktikan bahwa gejala-gejala kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress, susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini. Dalam bukunya, ’Forgive for Good’, Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres.

Cinta dan memaafkan adalah dua hal yang saling mendukung untuk hidup damai sejahtera, sehat lahir batin. Memaafkan bukanlah sebuah perasaan, tetapi sebentuk tindakan, sebentuk kemauan dari diri seseorang. Kita bisa memaafkan jika kita menghendakinya. Jika tidak, kita sendiri yang akan merasakan konsekuensi dari memelihara ingatan yang membuat kita sempit hati. Memaafkan adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang, Memaafkan adalah suatu karunia terindah dalam hidup seseorang, baik memaafkan diri sendiri maupun memaafkan orang lain, walau tidak banyak di antara kita mampu melakukannya dengan mudah.

Saudaraku,marilah kita pupuk budaya saling meminta maaf dan memaafkan,..??